Oelamasi, KI – Dua anggota DPRD Kabupaten Kupang ternyata memiliki pandangan berbeda soal penyerahan bantuan tahap II bagi korban siklon tropis Seroja kategori sebagai penyintas.
Pandangan berbeda dilontarkan Ketua Komisi III Deasy Ballo-Foeh yang menyatakan penyintas akan segera dibayarkan oleh pemerintah, sementara Anton Natun sebagai anggota Komisi memiliki pandangan sebaliknya dengan alasan yakni pemerintah kekurangan dana.
Menurut Anton Natun anggota Komisi III, Rabu (06/09/2023) melalui sambungan telepon mengatakan, walaupun BPBD menjamin seluruh penyintas akan segera dibayarkan, dirinya justru berpendapat tidak segampang yang dibayangkan oleh pemerintah.
Alasan utama yang dikemukakan oleh Anton Natun yakni pemerintah kekurangan dana untuk membayar seluruh penyintas yang berjumlah 5.684 KK sesuai data yang dimiliki oleh BPBD. Total penyintas terbagi menjadi tiga kategori yaitu rusak berat 607 KK, rusak sedang 1090 KK dan rusak ringan 3.987 KK.
Anton Natun menjelaskan, jika mengacu pada data tersebut maka pemerintah harus menyediakan dana dalam jumlah mencapai 97.470.000.000 miliar yang akan dibagikan kepada 5.654 KK. Ia merincikan, rusak berat 607 KK sebesar 30.350.000.000 miliar atau 50 juta per KK, rusak sedang 27.250.000.000 atau 25 juta per KK dan rusak ringan 39.870.000.000 atau 10 juta per KK.
Ketua DPC Partai Hanura ini merasa bahwa pemerintah tidak mungkin membayar lantaran tidak memiliki dana yang cukup, sementara sisa dana yang tersimpan dalam rekening BPBD hanya mencapai 46 miliar sisa dari 229 miliar lebih yang sudah dibagikan kepada 11.036 KK korban Seroja tahap I, artinya pemerintah harus menyediakan tambahan subsidi mencapai 51.470.000.000.
“Pembayaran kepada penyintas sesuai penjelasan BPBD sesuai kategori berat, sedang dan ringan, jumlahnya disamakan dengan tahap I yang sudah dibayarkan, menurut BPBD bisa direalisasi tapi menurut saya berat karena kita minus dana 51 miliar sehingga menurut saya mustahil bisa dieksekusi,”ujar Anton Natun.
Akibat keterbatasan dana kata Anton Natun, janji pemerintah untuk membayar penyintas tidak dapat direalisasikan apabila kekurangan dana 51.470.000.000 tidak bisa dipenuhi oleh pemerintah Kabupaten Kupang yang sedang berjuang menutupi defisit anggaran mencapai 78 miliar.
Pandangan berbeda dilontarkan oleh Ketua Komisi III Deasy Ballo-Foeh kepada awak media, Rabu (06/09/2023) di Kecamatan Taebenu.
Menurut Deasy Ballo-Foeh, seluruh Penyintas sesuai data yang dimiliki oleh BPBD harus segera dibayarkan menggunakan sisa dana 46 miliar lebih itu. Skema pembagian tentu tidak dapat menggunakan kategori seperti tahap I, artinya besaran bantuan disamakan.
Walaupun demikian, ia meminta para penyintas bersabar menunggu koordinasi BPBD dengan BNPB pusat untuk menggunakan sisa dana bahkan sangat dimungkinkan adanya tambahan dana dari BNPB.
Korban Seroja yang turut hadir dalam RDP ujarnya, sudah menyampaikan kegelisahan lantaran belum tersentuh bantuan, maka tugas pemerintah bersama DPRD menghapus air mata para korban seroja, mereka tidak bisa dibiarkan terus menunggu apalagi bencana Seroja sudah berulang tahun yang ketiga.
“Sebentar lagi masyarakat ini akan merayakan natal dalam suasana terpuruk karena belum tersentuh bantuan, karena itu sudah selayaknya pemerintah memikirkan langkah-langkah untuk bagaimana masyarakat bisa menerima bantuan,”ucap Deasy Ballo-Foeh.
Anggota DPRD sebagai representasi masyarakat berusah keras mewujudkan bantuan, langkah yang akan ditempuh yakni bersama BPBD mendatangi BNPB di Jakarta guna memperjuangkan agar dana bisa secepatnya diterima oleh penyintas.
Selain itu, Sekretaris DPC PDIP ini menegaskan agar pemerintah tidak menutup mata bagi masyarakat terdampak Seroja tetapi tidak terdata, dengan keterbatasan dana APBD 2023 apalagi dalam kondisi defisit maka pada pembahasan APBD 2024 dapat dianggarkan sehingga bagi masyarakat yang tidak terdata bisa memperoleh bantuan.
“Jadi kita masih menantikan keputusan BNPB terhadap anggaran ini dan saya bilang kita masih terus berjuang bagi masyarakat,”ungkapnya.
Anton Natun dan Deasy Ballo-Foeh juga berbeda pandangan terkait dengan pembentukan Pansus Seroja. Deasy Ballo-Foeh beranggapan bahwa yang perlu didahulukan adalah upaya penyelamatan kepentingan rakyat, setelah itu kemudian barulah dibicarakan soal hukum, pansus dan lain sebagainya.
Baginya, pansus seroja memang penting tetapi jangan kemudian menjadi tujuan utama. Yang paling krusial sebenarnya soal upaya menjawab keluhan para korban seroja.
“Ketika kita urus kemanusiaan, kita gunakan hati nurani, kesampingkan popularitas diri atau jangan sekali-kali mempolitisasi penanganan bencana,”tegasnya.
Anton Natun berpandangan bahwa carut marut penyaluran dana bantuan Seroja dengan berbagai persoalan diantaranya penyaluran dana kepada korban oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah tidak dapat dipertanggungjawabkan dan hingga kini masih menyisakan persoalan. Diantaranya, pembangunan rumah kategori rusak berat oleh pihak ketiga yang belum tuntas, penyaluran dana tidak menggunakan Juknis dari pemerintah pusat, soal penyintas hingga soal turun grade yang ditentukan sepihak oleh BPBD.
Anton Natun menyebutkan, ada oknum-oknum tertentu yang bermain-main dengan penyaluran dana seroja. Oknum tertentu itu mengambil untung dari bantuan bagi korban bencana untuk memperkaya diri. Ada juga permainan oknum untuk menguntungkan pihak lain, hal ini dilihat dari temuan pekerjaan rumah oleh para kontraktor nakal yang melakukan pengadaan bahan bangunan dari salah satu pihak secara di sengaja.
Dengan demikian, pimpinan DPRD segera menggelar rapat pembentukan pansus untuk membahas penyaluran dana seroja, Pansus dibentuk agar mendapat perhatian pemerintah. (Jessy)
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.